Pemerintah Untung Rp 600/Liter Dari Penjualan Premium
12-02-2009 /
PANITIA KHUSUS
Wakil Ketua Pansus Angket BBM Efiardi Asda (F-PPP) menilai pemerintah masih memperoleh keuntungan sebesar Rp 600 per liter dari penjualan premium bersubsidi. Dengan mengacu pada perkembangan harga minyak internasional. Hal tersebut diungkapkan Efiardi dalam Rapat Dengar Pendapat antara Pansus Hak ANgket BBM dengan mantan Dirut Pertamina di DPR, Kamis (12/2).
“Harga jual eceran bahan bakar premium bersubsidi seharusnya hanya sekitar Rp 3.900 per liter,†ungkap Efiardi.
Menurut Efiardi, harga jual premium sebesar Rp 3.900 per liter sudah memperhitungkan biaya distribusi dan margin keuntungan (alpha), pajak pertambahan nilai (PPN), serta pajak bahan bakar kendaraan bermotor (BPKB).
“Perhitungan ini menggunakan harga Mean Of Platts Singapore (MOPS) sebesar USD45 per barel dan kurs rupiah Rp 11.800,†ujarnya.
Karena itu menurutnya, Pansus akan memanggil Presiden, Menteri Keuangan, serta Menteri ESDM untuk meminta klarifikasi masalah tersebut. “Pansus akan memanggil pemerintah untuk mengklarifikasi pernyataan yang menyatakan telah menurunkan harga BBM untuk ketiga kalinya, padahal pemerintah justru untung,†kata Efiardi.
Sementara itu, Anggota Pansus Dradjad H. Wibowo (F-PAN) menyesalkan pemerintah yang menjual harga premium bersubsidi di atas harga internasional. Menurut nya, kebijakan tersebut melanggar Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Seharusnya pemerintah yang mensubsidi rakyat, bukan sebaliknya, rakyat yang mensubsidi pemerintah,†tandas Dradjad.
Mantan Dirut Pertamina Ari Sumarmo menuturkan, keuntungan dari penjualan premium itu menjadi milik pemerintah, bukan menjadi milik distributor BBM bersubsidi. Pertamina sebagai distributor BBM bersubsidi tidak dilibatkan dalam penentuan harga BBM bersubsidi. “Dalam penghitungan harga BBM bersubsidi, baik kenaikan ataupun penurunan, Pertamina tidak terlibat. Pertamina hanya dimintai data-data terkait BBM oleh pemerintah,†jelas Ari.(ol)